Jumat, 11 Juli 2014

Pantai Srau (pacitan) surga dalam kesunyian



Pantai srau tersembunyi di balik deretan perbukitan 22 km sebelah barat kota Pacitan (Jawa Timur)

 Pantai Srau adalah salah satu surga bagi para travelers. Letaknya yang cukup jauh dari pusat kota membuat pantai indah ini belum terlalu ramai dengan pengunjung. Desa terdekat berjarak beberapa kilometer. Jangan membayangkan hotel-hotel ataupun restoran. Hanya terdapat sebuah mushola dan aula terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat atau tidur. Beberapa buah warung kecil menyediakan makanan dan minuman ala kadarnya seperti mie instan, gorengan, es kelapa muda, teh ataupun kopi,
Pantai ini memiliki 3 surf spots dengan ombak yang cukup menantang bagi peselancar yang sudah cukup handal. Spot pertama terletak di belakang portal tiket sehingga sering disebut sebagai The Portal. Spot kedua adalah Pancingan, berada di bawah bukit karang sebelah barat pantai yang sering dipakai mangkal oleh para nelayan pemancing ikan. Sementara spot ketiga adalah Pandan, berada di balik bukit karang ini.
Pantai Srau memiliki memiliki tipe ombak reef break, artinya ombak tercipta karena gelombang air laut membentur karang. Dasar pantainya pun didominasi oleh batu karang, sehingga peselancar harus lebih berhati-hati. Bulan November hingga Februari adalah waktu yang terbaik untuk surfing dan mengejar barrel di Pantai Srau.
Selain memanjakan surfer dengan barrel-nya, Srau juga menawarkan pesona keindahan pantai dengan hamparan pasir putih yang dihempas ombak yang jernih. Kejernihan airnya inilah yang juga menjadikan tempat ini cocok untuk snorkeling dan menikmati keindahan serta keragaman biota laut. Bosan berjalan-jalan di bibir pantai? Cobalah naik ke bukit kecil di sebelah kanannya. Hiking di bukit karang ini sambil memandang bentang pantai dan laut yang luar biasa indahnya akan segera menghilangkan rasa bosan Anda. Bukit ini juga adalah surga bagi para pemancing ikan. Selain para nelayan, tidak sedikit orang-orang yang hobi memancing sengaja datang dari luar kota dan menghabiskan harinya di sini.



Jumat, 04 April 2014

Pantai - pantai di malang selatan


Malang memang layak menjadi destinasi favorit wisata, bukan hanya memiliki theme park yang bagus, namun
Malang juga memiliki pantai-pantai indah. Deretan pantai cantik itu terletak di Malang selatan yang masuk daerah administratif Kabupaten Malang. Bukan hanya pantai, teluk dan laguna yang ada benar-benar indah memesona.

Kehidupan nelayan di tengah laut memang seringkali tidak mudah; ancaman badai, benturan ombak di lambung kapal kayu, atau angin malam yang membikin perut kembung adalah makanan sehari-hari. Kemulan angin,
bantalan ombak (berselimut angin, berbantal ombak), begitu kata seorang nelayan di sebuah warung dekat pantai
Sendang Biru. Namun hal itu agaknya menjadi kompromi yang pantas demi hasil tangkapan yang melimpah dan
pemandangan pesisir yang indah saat pulang melaut di pagi hari.
Perkampungan di Pantai Sendang Biru terdiri dari rumah-rumah tersebar di lahan yang berbukit bukit, berdampingan dengan lahan pertanian dan rimbun pohon kelapa. Pusat pendidikan, tempat ibadah, juga balai pertemuan masyarakat pun sudah terstruktur dengan rapi. Akses untuk menuju Pantai Sendang Biru yang terletak di Desa Sumber Agung, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang ini merupakan jalan aspal yang sudah bagus. Kehidupan nelayan banyak mewarnai riuh rendah Pantai Sendang Biru di saat pagi. Mulai dari bongkar muat hasil laut hingga transaksi jual beli ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan.
Mencium baunya, nampaknya Pantai Sendang Biru merupakan tempat yang tepat untuk membeli hasil laut segar
dengan pilihan beragam. Anda bisa memilih ikan tuna, albakor, tongkol, cakalang, atau cumi-cumi. Di sebelah tempat para pedagang berkumpul, sebuah dermaga kayu yang sudah miring posisinya dipenuhi kuli panggul ikan yang hilir mudik mulai subuh hingga menjelang siang. Puluhan kapal besar penangkap ikan hingga perahu
bercadik kecil yang sudah menaruh hasil lautnya pun diparkir rapi di sepanjang bibir pantai.
Belakangan, keriuhan Pantai Sendang Biru juga diramaikan hadirnya banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang menjadikan Pantai Sendang Biru sebagai tempat transit untuk menuju ke Pulau Sempu.
Riuh rendah nelayan Sendang Biru mulai tak terlihat saat perahu yang kami tumpangi mulai merapat di Teluk Semut. Inilah titik awal jalur menuju Laguna Segara Anakan yang berada di ujung selatan Pulau Sempu. Dari Teluk Semut yang berada di bagian utara pulau seluas 877 hektar ini, perjalanan dilanjutkan melalui jalur trekking sekira 1,5 jam. Perlu ekstra waspada karena jalur trekking banyak akar-akar pohon yang keluar dari tanah.
Nama Pulau Sempu diambil dari sejenis tanaman obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit perut,
panas dan batuk. Namun di pulau yang memiliki empat ekosistem, yaitu ekosistem hutan pantai, ekosistem
danau, hutan mangrove dan hutan tropis itu malah tak terdapat pohon sempu. Ungkapan William Shakespeare yang mengatakan apalah arti sebuah nama ternyata ada benarnya, diberi nama apapun Pulau Sempu tetaplah ayu.
Berkali-kali terucap kagum tatkala dari balik rerimbunan pohon tersembul pemandangan memesona, pertanda Segara Anakan kian dekat. Tak lama kemudian, terpampang jelas hamparan pantai berpasir putih bertemu dengan birunya air yang tenang. Pada sebuah bebatuan karang, terlihat air laut Samudera Hindia menerobos masuk ke areal laguna. Orang biasa menyebut karang bolong, inilah yang menjadi pintu masuk air laut ke ‘danau
kayangan’.
Konon, sekitar periode 1950, datanglah seorang biksu yang bertapa di dalam sebuah gua yang berada di pesisir pantai. Seorang pertapa yang dipercaya berasal dari Cina itu kemudian meninggal tanpa ada yang mengetahui keberadaannya hingga seorang pencari rotan menemukan tulang belulang yang berserakan di dalam gua. Kisah pertapa cina pun diikuti kisah versi lainnya yang mencoba menjelaskan asal mula nama Pantai Gua Cina. Kisah yang berawal dari cerita warga setempat, kemudian menyebar dari mulut ke mulut para pengunjung seringkali menjadi daya tarik tersendiri, selain suguhan pantai yang terbentang sepanjang 3 km.
Pasir putih tidak begitu mendominasi pemandangan Pantai Gua Cina, namun agaknya hal itu terbayar dengan anggunnya bebatuan besar yang tersebar di sekitar bibir pantai. Jika pagi tiba atau saat senja, warna bebatuan seperti berubah menjadi jingga dan pepohonan yang tumbuh diatasnya terlihat lebih hijau. Saat air laut surut, nampak jelas berbagai biota laut yang terjebak di antara lubang-lubang karang. Sangat bijak kiranya jika kita
hanya mengambil gambarnya tanpa membawanya pulang.
Jangan ragu jika ingin singgah lebih lama atau mendirikan perkemahan di pantai yang terletak di Desa Sitiharjo,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan ini. Karena banyak tanah lapang berpohon rindang di seberang bibir pantai
yang bisa dimanfaatkan sebagai area mendirikan tenda. Di antara rimbunnya pohon pantai yang berada pada sebuah gugusan batuan besar, akan terlihat sosok gua yang hingga kini masih sering digunakan untuk bertapa. Lubangnya tidak dalam, diameter gua pun tidak besar, namun kombinasi suara angin, deburan ombak, dan kisah seorang pertapa membuat atmosfer menjadi mistis.
Anda tertarik mencobanya?
Kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Bajul Mati. Seketika imajinasi saya perlahan memainkan komposisi The Long and Winding Road, milik The Beatles, saat melintasi jalan aspal yang sepi menuju Pantai Bajul Mati siang itu. Jika Paul Mc Cartney sang pencipta lagu terinspirasi B842, sebuah jalanan sepi sepanjang 50 km di Skotlandia, berbeda dengan saya. Jalanan sepi sepanjang 9 km di pesisir Pantai Bajul Mati yang diselingi pemandangan pantai biru di sela-sela perbukitan pun memantik inspirasi untuk menyanyikannya berulang-ulang. Pantai Bajul Mati mempunyai beberapa pintu masuk. Karena hamparan pantainya termasuk panjang, namun terpisah oleh beberapa bukit kapur yang tinggi.

Pasir putih yang terhampar diwarnai pecahan kecil karang-karang yang tersapu ombak. Dari kejauhan,
nampak samar dua muda mudi yang sedang bergandengan tangan menyusuri pantai dengan menenteng
alas kaki mereka.
Romantisme tak kenal panas, gumam saya. Namun rasa hangat pasir putih siang hari itu, begitu saja hilang saat debur ombak menyentuh telapak kaki. Begitu pun seterusnya, hangat menjadi dingin, dinginpun menghangat.
Sebelum sampai di Pantai Bajul Mati, perjalanan sempat terhenti di Jembatan Bajulmati, masyarakat setempat juga sering menyebutnya sebagai Jembatan Harapan. Dibawahnya mengalir sungai kehijauan, di samping kiri dan kanannya berkerumun hutan bakau. Di bawah kerangka beton jembatan, nampak dua orang sedang memancing ikan. Anda pun tidak boleh melewatkan sesi berfoto ria di samping jembatan berarsitektur melengkung sepanjang 90 meter ini.

Pantai ini terletak sekitar 58 km dari Kota Malang. Berada di Dusun Bajulmati, Kecamatan Gedangan. Dusun Bajulmati sendiri merupakan wilayah paling selatan di Kabupaten Malang. “The long and winding road that leads to your door...”, kata Mc Cartney.
Di Pantai Kondang Merak, pepohonannya seperti berayunayun, anginnya pun segar. Setengah melamun, pandangan saya tertuju pada atap rumah-rumah kecil milik warga yang juga difungsikan sebagai warung dan kamar mandi umum. Nampak rapi berjejer panel surya seukuran papan catur. “Sudah setahun panel surya itu dipasang di kampung ini dari bantuan pemerintah”, kata seorang penjaga warung di Pantai Kondang Merak sambil menunjuk berlembar-lembar panel surya yang sudah terpasang di masing-masing rumah.
“Kalau dulu pakai lampu tempel, saat malam kondisinya gelap, sekarang sudah terang”, jelasnya sambil tersenyum kecil.

Di kejauhan, nampak perahu-perahu nelayan disandarkan di bawah pohon kelapa. Jaring-jaring yang kusut sedang dijemur di atas pasir. Pantai Kondang Merak yang menawan sedang tidak ramai siang itu. Hanya pemandangan nelayan usai melaut saja yang mendominasi. Hasil laut nelayan setempat sebagian dijual ke luar desa, dan sebagian lainnya dijual kepada pengunjung. Pantai yang terletak di Desa Sumber Bening, Kecamatan Batur, Kabupaten Malang ini dapat ditempuh selama 2 jam dari Kota Malang.
Tidak jauh dari kampung nelayan, terdapat sebuah rawa-rawa cukup lebar yang ditumbuhi lebat hutan bakau. Hanya dipisahkan oleh gundukan pasir selebar 20 meter, rawa-rawa ini berair tawar tidak seperti pantai di seberangnya. Nampak beberapa penduduk memasang umpan berupa irisan ikan tongkol di sebuah perangkap berbentuk persegi
yang terbuat dari jalinan kawat tipis. “Ini untuk menangkap kepiting. Gak perlu lama-lama, cukup dipasang
selama 1 jam saja,” ucapnya sambil bersiap melempar perangkap ke dalam rawa-rawa.
Karena wilayah geografisnya yang sulit, desa nelayan ini miskin listrik hingga tahun 2010. Beruntunglah,
karena setelah tahun itu, ada program bantuan panel surya yang dilancarkan pemerintah. Kini, desa nelayan di
Pantai Kondang Merak tidak lagi terbelakang oleh teknologi dan informasi. Tv berukuran kecil, radio,
bahkan parabola sudah menghiasi beberapa rumah. Memang, keramahan alam jika disandingkan dengan
kearifan manusia pasti berbuah manis.  Seperti sebuah manfaat yang didapat dari energi gratis matahari.
Saat sore menjelang, beberapa pengunjung mulai meninggalkan bibir pantai, saya lebih memilih untuk
menggelar tenda dan bermalam.
Jingga sunset nampak jelas walau terhalang bukit, ombaknya hampir tenang di sela-sela batu karang. Bila dibandingkan dengan pantai lain yang berada di Malang Selatan, seperti Sendang Biru maupun Bale Kambang, nama Kondang Merak kurang tersohor. Namun suguhan keelokan alami dan suasana kearifan penduduk lokalnya tidak sebatas kehebohan wisata, tapi lebih dari itu,
Pantai lain yang layak dikunjungi adalah Pantai Lenggoksono.  Jalanan menurun ditempuh perlahan. Persneling kendaraan dipindah ke gigi 1. Kiranya harus waspada karena di samping kiri dan kanan adalah jurang dalam. Setelah melalui sebuah tikungan tajam, seketika pandangan dikagetkan oleh hamparan laut biru di di kejauhan
yang menyembul di antara rimbun pohon cengkeh. Belum terdengar debur ombak, namun bau laut yang dihembus angin mengisyaratkan kalau pantai tujuan sudah dekat.
Pantai Lenggoksono dapat ditempuh melalui jalur Dampit, kemudian berbelok ke arah kanan di pertigaan Tangsi. Saat menuju Pantai Lenggoksono, kita akan melewati perkampungan yang di sekitarnya tertanam pohon-pohon cengkeh.Kampung sekitar Pantai Lenggoksono yang berada di Dusun Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo memang terkenal sebagai penghasil cengkeh terbesar se-Malang Raya. Keberadaan pantai ini memang
berada di balik padat perkampungan. Minim tanda penunjuk arah untuk mencapai bibir pantai. Petunjuk
paling jelas adalah dengan bertanya ke penduduk sekitar. Setelah melalui sebuah kompleks pemakaman desa,
garis pantai dan biru laut mulai terlihat di antara pepohonan.
Selain terkenal dengan potensi ikan laut dan lobsternya, Pantai Lenggoksono juga terkenal dengan air terjun Banyu
Anjlok yang berada di Teluk Kletekan. Namun tidak mudah untuk mencapai lokasi tersebut. Perjalanan ke Banyu
Anjlok membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan diantar perahu nelayan. Jika mencapai air terjun Banyu
Anjlok tidak menjadi pilihan Anda, nampaknya berjalan menyusuri bibir pantai yang didominasi batuan laut
yang cantik ini rasanya cukup sepadan.
Merasakan refleksi pijatan di kaki oleh batuan pantai sambil diguyur dingin air laut nampaknya akan menjadi
suguhan yang lain di gugusan pantai Malang selatan.

Mutiara Terpendam
Beberapa perahu bercadik bergiliran diangkat mendekati laut. Sore itu, selepas pukul 3, nampak ramai bibir Pantai Sipelot oleh nelayan yang hilir mudik. Setelah menaikkan perbekalan dan alat penangkap ikan, tibalah saatnya
seorang nelayan melompat ke dalam perahu dan mengendalikan arah laju dengan dayung kayu. Dua rekannya
mendorong dari belakang.
Pemandangan Pantai Sipelot membikin hati terlena, garis pantai berpasir putih berpadu dengan ramah sapa penduduk sekitar. Kerumunan nyiur melambai daun kelapa nampak mengintip di seberang sebuah bukit kecil yang menjorok ke laut. Untuk mencapai sisi tersebut, harus memanjat batuan terjal dan berpegangan pada beberapa sisinya karena air laut sudah mulai pasang. Setelah melewati bukit kecil, pemandangan rimbun pohon kelapa sudah di depan mata. Kampung para nelayan sudah jauh di belakang.
Seperti kebanyakan pantai di Malang Selatan, untuk mencapai bibir Pantai Sipelot, jalan yang ditempuh kebanyakan
terdiri dari hutan dan perbukitan. Lokasi persisnya berada di desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Dampit. Hampir 2,5 jam dari Kota Malang jika ditempuh dengan kendaraan pribadi. Di sebelah timur perkampungan,
beberapa ternak sedang digembala di atas sebuah lahan yang dikelilingi muara sungai yang melingkar, penduduk
setempat menyebutnya kolam.
Nampak di kejauhan, seorang bapak tua dan perempuan muda berjalan menyusuri kolam dengan memanggul rumput. “Kehidupan para nelayan seperti kita ini bergantung pada ramahnya laut. Kalau sedang musim ikan dan ombaknya bagus, pulangpun membawa hasil yang melimpah. Kalau ombak dan anginnya sedang galak, bisa-bisa pulang tidak membawa apa-apa”, ucap seorang warga di depan rumahnya sambil merekahkan senyumnya.
Senja makin tergelincir. Namun masih terlihat seorang Ibu dan anaknya melepas bapaknya pergi melaut. Walaupun laki-laki itu tidak lagi muda, semangat melaut nampaknya masih membara di wajahnya. Seperti kata Ernest Hemingway dalam bukunya The Old Man and The Sea, “You did not kill the fish only to keep alive and to sell for food, he thought. You killed him for pride and because you are a fisherman.”
Perahu bercadiknya perlahan mengecil, menjauh dari bibir pantai.
Di Pantai Tamban, diibaratkan seorang bunga desa. Kecantikannya masih belum tersentuh lelaki kota. Wajahnya
masih tertutup hutan dan perkampungan. “Mungkin akses yang jelek saat menuju Desa Tamban menjadi penyebabnya, sehingga pantai ini belum diketahui banyak orang,” celetuk Ibu Ana, di warung rujaknya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari bibir pantai.
Ada benarnya kiranya Ibu Ana itu. Sebelum mencapai bibir pantai, kendaraan dihadapkan pada jalanan menurun yang terdiri dari aspal berlubang dan bebatuan. Namun sedikit pengorbanan itu nampaknya menjadi harga yang pantas, saat pemandangan Pantai Tamban sudah menunggu di depan mata.
Dibandingkan dengan beberapa pantai yang memiliki jalur tempuh yang sama, yaitu Pantai Gua Cina atau
Bajul Mati, pantai cantik ini terhitung lebih jarang didengar dan dikunjungi orang. Padahal mudah sekali untuk
mengenali pintu masuk menuju Pantai Tamban. Sebelum menemui persimpangan yang mengarah ke Pantai Gua Cina atau Bajul Mati, di sisi kiri jalan terdapat sebuah gapura besar berwarna hijau yang mengarahkan
kita pada perkampungan.
Setelah melewati gapura, sudah banyak tetancap kiri jalan terdapat sebuah papan petunjuk yang mengarah pada Pantai Tamban. Ada satu hal unik yang nampaknya hingga kini sedang dibangun oleh warga setempat. Melalui perpaduan alam pegunungan dan pesisir pantai, serta kekayaan budaya setempat, konsep desa wisata pun coba ditawarkan. Program tersebut merupakan hasil dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan pada tahun 1990

Rabu, 05 Maret 2014

Masjid Cheng Hoo


Nama Cheng Hoo diambil dari laksamana terkenal asal Tiongkok yang melakukan ekspedisi bersejarah pada 1404-1443. Cheng Hoo alias Zheng He alias Sam Pok Kong waktu itu memimpin sedikitnya 300 kapal dengan 27 ribu pelaut ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.


Di sela-sela ekspedisi, Muhammad Cheng Hoo juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Cheng Hoo sangat dihormati, bukan saja oleh muslim Tionghoa, tapi warga Tionghoa umumnya.
Nama Cheng Hoo diabadikan sebagai Mesjid oleh Komunitas Muslim Cina untuk mengenang Laksamana Cheng Hoo yang terlahir  sudah menjadi seorang muslim. Kedatangan Laksamana Cheng Hoo dikerajaan Majapahit merupakan fakta bahwa Islam bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Cina. Bahkan sebelum Islam masuk  kedaerah Jawa, Islam sudah lebih dulu dikenal di Cina

Cheng Hoo yang pada waktu kecil bernama Ma Ho lahir pada tahun 1371 dibagian barat daya Cina, propinsi Yunan ( sebelah utara Laos ). Ayah Ma Ho adalah seorang haji ( karena sudah menunaikan ibadah haji ke Mekkah ). Setiap Muslim diberi tambahan kata Ma didepan namanya yang diambil dari kata  Mohammed.

Disaat Ma Ho berusia 10 tahun ( thn 1381 ), dia bersama anak - anak kecil yang lain ditangkap oleh tentara Cina yang menyerbu Yunan untuk mengambil alih wilayah. Ma Ho kecil bersama anak - anak yang lain kemudian dididik untuk menjadi tentara dan diajari stategi berperang.

Ma Ho telah membutikan kemampuannya dengan melakukan beberapa pelayaran untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Mesjid Cheng Hoo

Masjid Cheng Hoo Pandaan mulai dibangun tahun 2003 dengan luas bangunan 50 x 50m, dua lantai. Masjid Cheng Hoo Pandaan menurut rencana akan ditambahkan beberapa fasilitas berbagai kios menjual aneka souvenir dan makanan, masjid Cheng Hoo Diresmikan pada tanggal 27 Juni 2008 oleh Bupati Pasuruan yang pada saat itu dijabat oleh H.Jusbakir Aldjufri, SH. MM. (Alm)


Saat istirahat di Masjid Cheng Hoo Pandaan banyak penjaja makanan seperti jamu gendong, jagung rebus, dan lain sebagainya. Jamaah yang datang dari luar kota tak jarang duduk sambil menikmati hawa dingin Masjid Cheng Hoo Pandaan.
Lantai dasar Masjid Cheng Hoo Pandaan digunakan untuk ruang pertemuan yang disewakan, namun bagi jamaah yang ingin tidur sejenak dipersilahkan di ruang tersebut. Lantai dua khusus sholat dan tidak boleh digunakan untuk tiduran.

Keunikan mesjid Cheng Hoo terlihat dari gaya Arsitektur-nya yang cukup artistik. Dibangun dengan memadukan unsur - unsur budaya Islam, budaya Jawa dan Cina menjadikan mesjid Cheng Hoo tampil menjadi arsitektur yang megah dan menyatu. Memang mesjid ini banyak didominasi oleh unsur - unsur budaya cina. Hal ini dapat terlihat dari sentuhan warna - warna terang seperti hijau, kuning dan merah. Salah satu persamaan dari unsur cina dan jawa adalah pada Atap Joglo-nya dan juga pada ornamen - ornamen yang terlihat pada tepian atap.

Dibagian Interior Mesjid juga banyak terdapat motif dan ornamen yang merupakan perpaduan dari tiga unsur Islam, Jawa dan Cina. Perpaduan tersebut diaplikasikan pada Langit - Langit yang menjulang tinggi mengikuti bentuk struktur atap. Bentuk lengkung pada area mimbar dan warna - warna terang pada hiasan dilangit - langit. Hanya saja pemberian warna untuk interior tidak seramai dan seberani pada bagian luar Mesjid mungkin dimaksudkan agar tidak mengganggu kekhusukan orang yang sedang beribadah.

Kehadiran Mesjid Cheng Hoo di Pandaan menambah maraknya suasana, Karena letaknya yang sangat starategis juga tidak jauh dari terminal Pandaan. Para jamaah adalah kebanyakan orang - orang yang sedang melakukan perjalanan dari Surabaya maupun Malang maupun kota-kota lain yang melalui Pandaan. Mesjid Cheng Hoo Pandaan dilengkapi oleh fasilitas Perpustakaan dan aula sebagai tempat berlangsungnya even-even keagamaan seperti akad nikah, belajar mengaji, dan sebagainya.
Disamping Komplek Masjid juga terdapat rest area dan pasar tradisional yang menjual khusus buah-buahan dan hasil bumi, serta pernak-pernik, dan juga terdapat warung-warung tempat makan yang ekonomis, karena itu tempat ini lebih dikenal dengan sebutan "PASAR BUAH", tempat ini banyak disinggahi orang-orang dari daerah lain hanya sekedar mencari oleh-oleh untuk kerabat dan sanak saudara saat pulang dari berwisata baik yang dari malang, surabaya, ataupun orang-orang yang pulang dari tretes, tak sedikit juga wisatawan asing yang singgah di tempat ini hanya sekedar ingin melihat aktifitas dari warga pribumi.

Selain itu, banyak masyarakat yang mendatangi mesjid ini dipagi hari sambil berjalan - jalan mengitari bangunan ataupun beraktifitas olahraga dipelataran parkir yang cukup luasNama Cheng Hoo diambil dari laksamana terkenal asal Tiongkok yang melakukan ekspedisi bersejarah pada 1404-1443. Cheng Hoo alias Zheng He alias Sam Pok Kong waktu itu memimpin sedikitnya 300 kapal dengan 27 ribu pelaut ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.

Di sela-sela ekspedisi, Muhammad Cheng Hoo juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Cheng Hoo sangat dihormati, bukan saja oleh muslim Tionghoa, tapi warga Tionghoa umumnya.
Nama Cheng Hoo diabadikan sebagai Mesjid oleh Komunitas Muslim Cina untuk mengenang Laksamana Cheng Hoo yang terlahir  sudah menjadi seorang muslim. Kedatangan Laksamana Cheng Hoo dikerajaan Majapahit merupakan fakta bahwa Islam bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Cina. Bahkan sebelum Islam masuk  kedaerah Jawa, Islam sudah lebih dulu dikenal di Cina

Cheng Hoo yang pada waktu kecil bernama Ma Ho lahir pada tahun 1371 dibagian barat daya Cina, propinsi Yunan ( sebelah utara Laos ). Ayah Ma Ho adalah seorang haji ( karena sudah menunaikan ibadah haji ke Mekkah ). Setiap Muslim diberi tambahan kata Ma didepan namanya yang diambil dari kata  Mohammed.

Disaat Ma Ho berusia 10 tahun ( thn 1381 ), dia bersama anak - anak kecil yang lain ditangkap oleh tentara Cina yang menyerbu Yunan untuk mengambil alih wilayah. Ma Ho kecil bersama anak - anak yang lain kemudian dididik untuk menjadi tentara dan diajari stategi berperang.

Ma Ho telah membutikan kemampuannya dengan melakukan beberapa pelayaran untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Mesjid Cheng Hoo

Masjid Cheng Hoo Pandaan mulai dibangun tahun 2003 dengan luas bangunan 50 x 50m, dua lantai. Masjid Cheng Hoo Pandaan menurut rencana akan ditambahkan beberapa fasilitas berbagai kios menjual aneka souvenir dan makanan, masjid Cheng Hoo Diresmikan pada tanggal 27 Juni 2008 oleh Bupati Pasuruan yang pada saat itu dijabat oleh H.Jusbakir Aldjufri, SH. MM. (Alm)


Saat istirahat di Masjid Cheng Hoo Pandaan banyak penjaja makanan seperti jamu gendong, jagung rebus, dan lain sebagainya. Jamaah yang datang dari luar kota tak jarang duduk sambil menikmati hawa dingin Masjid Cheng Hoo Pandaan.
Lantai dasar Masjid Cheng Hoo Pandaan digunakan untuk ruang pertemuan yang disewakan, namun bagi jamaah yang ingin tidur sejenak dipersilahkan di ruang tersebut. Lantai dua khusus sholat dan tidak boleh digunakan untuk tiduran.

Keunikan mesjid Cheng Hoo terlihat dari gaya Arsitektur-nya yang cukup artistik. Dibangun dengan memadukan unsur - unsur budaya Islam, budaya Jawa dan Cina menjadikan mesjid Cheng Hoo tampil menjadi arsitektur yang megah dan menyatu. Memang mesjid ini banyak didominasi oleh unsur - unsur budaya cina. Hal ini dapat terlihat dari sentuhan warna - warna terang seperti hijau, kuning dan merah. Salah satu persamaan dari unsur cina dan jawa adalah pada Atap Joglo-nya dan juga pada ornamen - ornamen yang terlihat pada tepian atap.

Dibagian Interior Mesjid juga banyak terdapat motif dan ornamen yang merupakan perpaduan dari tiga unsur Islam, Jawa dan Cina. Perpaduan tersebut diaplikasikan pada Langit - Langit yang menjulang tinggi mengikuti bentuk struktur atap. Bentuk lengkung pada area mimbar dan warna - warna terang pada hiasan dilangit - langit. Hanya saja pemberian warna untuk interior tidak seramai dan seberani pada bagian luar Mesjid mungkin dimaksudkan agar tidak mengganggu kekhusukan orang yang sedang beribadah.

Kehadiran Mesjid Cheng Hoo di Pandaan menambah maraknya suasana, Karena letaknya yang sangat starategis juga tidak jauh dari terminal Pandaan. Para jamaah adalah kebanyakan orang - orang yang sedang melakukan perjalanan dari Surabaya maupun Malang maupun kota-kota lain yang melalui Pandaan. Mesjid Cheng Hoo Pandaan dilengkapi oleh fasilitas Perpustakaan dan aula sebagai tempat berlangsungnya even-even keagamaan seperti akad nikah, belajar mengaji, dan sebagainya.
Disamping Komplek Masjid juga terdapat rest area dan pasar tradisional yang menjual khusus buah-buahan dan hasil bumi, serta pernak-pernik, dan juga terdapat warung-warung tempat makan yang ekonomis, karena itu tempat ini lebih dikenal dengan sebutan "PASAR BUAH", tempat ini banyak disinggahi orang-orang dari daerah lain hanya sekedar mencari oleh-oleh untuk kerabat dan sanak saudara saat pulang dari berwisata baik yang dari malang, surabaya, ataupun orang-orang yang pulang dari tretes, tak sedikit juga wisatawan asing yang singgah di tempat ini hanya sekedar ingin melihat aktifitas dari warga pribumi.

Selain itu, banyak masyarakat yang mendatangi mesjid ini dipagi hari sambil berjalan - jalan mengitari bangunan ataupun beraktifitas olahraga dipelataran parkir yang cukup luas
Nama Cheng Hoo diambil dari laksamana terkenal asal Tiongkok yang melakukan ekspedisi bersejarah pada 1404-1443. Cheng Hoo alias Zheng He alias Sam Pok Kong waktu itu memimpin sedikitnya 300 kapal dengan 27 ribu pelaut ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.

Di sela-sela ekspedisi, Muhammad Cheng Hoo juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Cheng Hoo sangat dihormati, bukan saja oleh muslim Tionghoa, tapi warga Tionghoa umumnya.
Nama Cheng Hoo diabadikan sebagai Mesjid oleh Komunitas Muslim Cina untuk mengenang Laksamana Cheng Hoo yang terlahir  sudah menjadi seorang muslim. Kedatangan Laksamana Cheng Hoo dikerajaan Majapahit merupakan fakta bahwa Islam bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Cina. Bahkan sebelum Islam masuk  kedaerah Jawa, Islam sudah lebih dulu dikenal di Cina

Cheng Hoo yang pada waktu kecil bernama Ma Ho lahir pada tahun 1371 dibagian barat daya Cina, propinsi Yunan ( sebelah utara Laos ). Ayah Ma Ho adalah seorang haji ( karena sudah menunaikan ibadah haji ke Mekkah ). Setiap Muslim diberi tambahan kata Ma didepan namanya yang diambil dari kata  Mohammed.

Disaat Ma Ho berusia 10 tahun ( thn 1381 ), dia bersama anak - anak kecil yang lain ditangkap oleh tentara Cina yang menyerbu Yunan untuk mengambil alih wilayah. Ma Ho kecil bersama anak - anak yang lain kemudian dididik untuk menjadi tentara dan diajari stategi berperang.

Ma Ho telah membutikan kemampuannya dengan melakukan beberapa pelayaran untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Mesjid Cheng Hoo

Masjid Cheng Hoo Pandaan mulai dibangun tahun 2003 dengan luas bangunan 50 x 50m, dua lantai. Masjid Cheng Hoo Pandaan menurut rencana akan ditambahkan beberapa fasilitas berbagai kios menjual aneka souvenir dan makanan, masjid Cheng Hoo Diresmikan pada tanggal 27 Juni 2008 oleh Bupati Pasuruan yang pada saat itu dijabat oleh H.Jusbakir Aldjufri, SH. MM. (Alm)


Saat istirahat di Masjid Cheng Hoo Pandaan banyak penjaja makanan seperti jamu gendong, jagung rebus, dan lain sebagainya. Jamaah yang datang dari luar kota tak jarang duduk sambil menikmati hawa dingin Masjid Cheng Hoo Pandaan.
Lantai dasar Masjid Cheng Hoo Pandaan digunakan untuk ruang pertemuan yang disewakan, namun bagi jamaah yang ingin tidur sejenak dipersilahkan di ruang tersebut. Lantai dua khusus sholat dan tidak boleh digunakan untuk tiduran.

Keunikan mesjid Cheng Hoo terlihat dari gaya Arsitektur-nya yang cukup artistik. Dibangun dengan memadukan unsur - unsur budaya Islam, budaya Jawa dan Cina menjadikan mesjid Cheng Hoo tampil menjadi arsitektur yang megah dan menyatu. Memang mesjid ini banyak didominasi oleh unsur - unsur budaya cina. Hal ini dapat terlihat dari sentuhan warna - warna terang seperti hijau, kuning dan merah. Salah satu persamaan dari unsur cina dan jawa adalah pada Atap Joglo-nya dan juga pada ornamen - ornamen yang terlihat pada tepian atap.

Dibagian Interior Mesjid juga banyak terdapat motif dan ornamen yang merupakan perpaduan dari tiga unsur Islam, Jawa dan Cina. Perpaduan tersebut diaplikasikan pada Langit - Langit yang menjulang tinggi mengikuti bentuk struktur atap. Bentuk lengkung pada area mimbar dan warna - warna terang pada hiasan dilangit - langit. Hanya saja pemberian warna untuk interior tidak seramai dan seberani pada bagian luar Mesjid mungkin dimaksudkan agar tidak mengganggu kekhusukan orang yang sedang beribadah.

Kehadiran Mesjid Cheng Hoo di Pandaan menambah maraknya suasana, Karena letaknya yang sangat starategis juga tidak jauh dari terminal Pandaan. Para jamaah adalah kebanyakan orang - orang yang sedang melakukan perjalanan dari Surabaya maupun Malang maupun kota-kota lain yang melalui Pandaan. Mesjid Cheng Hoo Pandaan dilengkapi oleh fasilitas Perpustakaan dan aula sebagai tempat berlangsungnya even-even keagamaan seperti akad nikah, belajar mengaji, dan sebagainya.
Disamping Komplek Masjid juga terdapat rest area dan pasar tradisional yang menjual khusus buah-buahan dan hasil bumi, serta pernak-pernik, dan juga terdapat warung-warung tempat makan yang ekonomis, karena itu tempat ini lebih dikenal dengan sebutan "PASAR BUAH", tempat ini banyak disinggahi orang-orang dari daerah lain hanya sekedar mencari oleh-oleh untuk kerabat dan sanak saudara saat pulang dari berwisata baik yang dari malang, surabaya, ataupun orang-orang yang pulang dari tretes, tak sedikit juga wisatawan asing yang singgah di tempat ini hanya sekedar ingin melihat aktifitas dari warga pribumi.

Selain itu, banyak masyarakat yang mendatangi mesjid ini dipagi hari sambil berjalan - jalan mengitari bangunan ataupun beraktifitas olahraga dipelataran parkir yang cukup luas

Kamis, 20 Februari 2014

GUNUNG KELUD

 GUNUNG KELUD  Sebelum letusan 2007 masih terdapat danau belerang yang sangat cantik.sekarang gunung kelud merupakan obek wisata andalan KAB.KEDIRI
Gunung Kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri.
GUNUNG Kelud menurut legendanya bukan berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami. Seperti Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat,Gunung Kelud terbentuk dari sebuah
pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti mahesa Suro dan Lembu Suro. Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan
kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.Untuk menolak lamaran tersebut,Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Akhirnya dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja
semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu
bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke
dalam sumur. Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanyapun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan. ÓYoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung.
(Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar
akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau. Dari legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung
kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji.

Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan surau oleh masyakat Sugih Waras. Tapi khusus pelaksanaan tahun 2006 sengaja digebyarkan oleh Bupati Kediri untuk meningkatkan
pamor wisata daerahnya. Pelaksanaan acara ritual ini juga menjadi wahana promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan untuk datang ke Kediri. Bagaimanapun aktivitas Gunung Kelud dengan segala pernak perniknya menjadi salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten Kediri.
Masuk Terowongan Lokasi Larung Sesaji ini sebenarnya tidak jauh, hanya sekitar 500 meter. Namun karena medannya naik turun,maka bisa membuat kaki kepenatan. Apalagi iring-iringan peserta upacara harus memasuki sebuah terowongan Gresco 2 yang diameternya sekitar 4 meter. Menariknya, kondisi terowongan
yang gelap gulita itu hanya dihiasi lampu petromaks dan lilin pada saat pelaksanaan larung sesaji. Terowongan yang membelah lereng Gunung Kelud ini panjangnya sekitar 200 meter. Kondisinya sangat mirip Tunnel Migbay Los Angeles yang cukup popular karena pernah menjadi ikon event pembuatan film King Kong produksi Hollywood. Begitu keluar dari terowongan ini, maka terlihatlah pemandangan indah kawah Gunung Kelud yang berwarna kehijau-hijauan. Air kawah seluas 12 Ha posisinya diapit 3 Gunung yakni Gunung Kelud, Gajah mungkur dan Sumbing begitu indah dan memesona. Pintu keluar terowongan menggunakan jalan setapak di atas tanah keras bebatuan, dengan menuruni tangga trapping beton kira kira 100 meter. Yang menarik, ketika kita memasuki bibir kawah Gunung Kelud peserta Larung Sesaji tidak boleh menggunakan alas kaki.
Maksud Larung Sesaji ini sebagai tanda rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat Lereng Gunung Kelud tepatnya berbagai sumber)
Kawasan Gunung Kelud terletak kurang lebih 35 Km dari kota Kediri atau 120 Km dari ibukota Provinsi Jawa Timur Surabaya. Termasuk gunung api aktif dengan ketinggian 1.730 meter di atas permukaan laut (mdpl). Panorama pegunungan indah yang alami dan udara sejuk membuat wisatawan kerasan berlama-lama di
kawasan ini.
Obyek Wisata Kelud sangat cocok bagi mereka yang berjiwa petualangan (adventure). Di antara panjat tebing, lintas alam, camping ground. Bahkan baru-baru ini dijadikan check point rally mobil nasional 2006. Jalan menuju Gunung Kelud sudah hotmiks dan dapat dilalui segala jenis kendaraan. Akan tetapi sebaiknya jangan menggunakan mobil sedan, karena 3 km menjelang masuk pintu gerbang terdapat tanjakan yang cukup terjal,
yakni kemiringan 40 derajat yang panjangnya sekitar 100 meter. Gunung Kelud hingga kini telah mengalami 28 kali letusan yang tercatat mulai tahun 1000 sampai 1990.





Minggu, 16 Februari 2014

Masjid Tiban Turen Malang

Masjid Tiban Turen mungkin masih asing ditelingah para traveler pastikan anda

Ketika Anda mengunjungi kota Malang, jangan lupa untuk mengunjungi Masjid Tiban. Masjid ini bukan masjid biasa. Masjid itu menyuguhkan keagungan dan keindahan.

Yang membuat masjid ini berbeda adalah karena bangunannya yang megah dan penuh dengan unsur seni. Masjid yang berada di Turen, Kabupaten Malang itu memiliki bangunan 10 lantai.
Arsitektur bangunannya sangat menawan dan rapi. Hal itu terlihat di setiap detail ornamennya.

Masjid ini dibangun di atas tanah seluas lima hektar. Bangunan megah itu nampak sangat menonjol karena berada di tengah pemukiman masyarakat.

Kemegahan dan keagungan masjid itu lantas menimbulkan pertanyaan, siapa yang membangun? Masjid ini diberi nama Masjid Tiban karena masyarakat sekitar menganggapnya muncul secara tiba-tiba.

Ada lagi isu yang menyebutkan jika masjid Tiban dibuat oleh jin. Sebab masyarakat sekitar tidak tahu persis kapan pembangunan masjid ini.

Masjid Tiban dibangun oleh Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Sebenarnya bangunan itu bukan masjid, melainkan pondok pesantren yang bernama Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Baa Fadlrah). Ponpes ini sudah ada sejak tahun 1963. Karena banyak kubah di ponpes itu, maka masyarakat lebih mengenal sebagai masjid bukan ponpes.


Jika melihat desain bangunannya, Anda akan berpikir bahwa Masjid itu hasil karya arsitek, Padahal bukan, Kiai Ahmad membangun masjid ini dari hasil shalat istikharah. Bentuk bangunan ini merupakan perpaduan Timur Tengah, China dan modern.


Cuban Rais

Coban Rais merupakan salah satu obyek wisata air terjun di kota Batu.

 Untuk mencapai air terjun Coban Rais, harus melalui jalan setapak yang relatif landai, jalan hutan, dan menyusuri sungai. Dan selama perjalanan, anda dapat menikmati suguhan pemandangan Kota Batu yang memikat mata.
Tempat wisata ini banyak dikunjungi pada waktu-waktu tertentu saja, seperti adanya kegiatan ospek kampus serta diklat. Saat ini, bumi perkemahannya yang menjadi objek utama, sedangkan air terjun coban rais sebagai pendukung.
Dulunya Air terjun memiliki nama “Air Terjun (Coban) Sabrangan” yang memiliki maksud bahwa : jika hendak sampai ke air terjun harus menyeberang 14 kali. Nama Rais diambil dari nama salah satu penduduk desa yang biasa di panggil pak Rais.
Bagi yang menyukai petualangan ekstrim, perjalanan menuju Coban Rais akan sangat dinikmati. Jarak dari bumi perkemahan hingga ke air terjun sepanjang  ± 3,5 Km. Perjalanan hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Sama sekali belum ada perumahan atau bahkan bangunan yang ada selama perjalanan. Perjalanan akan diselimuti udara dingin khas pegunungan, ditemani pohon-pohon,semak belukar dan gemercik air sungai serta sesekali akan berpapasan dengan para penduduk desa yang sedang memikul kayu. Makin lama, keadaan jalan semakin mengecil dan terkadang menanjak dengan jarak yang lumayan jauh. Bahkan ada jalan yang hanya dapat dilalui satu orang dimana jalan tersebut berbatas langsung dengan tebing. Terkadang, tidak terdapat jalan setapak, hanya dapat dilalui dengan mengikuti alur sungai kecil yang terbentuk alami.
Perjalanan yang penuh ketegangan dan keletihan akan segera sirnah ketika air terjun telah berhasil dipandang. Tempat ini seakan menjadi puncak kepuasan tersendiri setelah mencapainya. Tidak sia-sia-lah perjalanan yang sudah ditempuh sedemikian jauh.

Lumpur panas lapindo

Lumpur panas lapindo  kini dimanfaatkan sebagai obyek wisata oleh para korban yg terkena musibah lumpur panas 
tak jarang wisatawan asing datang mengunjungi wisata fenomena alam ini karna memang letak nya yang muda dijangkau

Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Kamis, 13 Februari 2014

Pantai Tanjung Papuma

JTwisata Trip Planner
Tanjung Pupama Jember
 Tanjung Papuma Pantai di ujung selatan kota Jember mampu hipnotis mata para wisatawan

Tanjung papuma bersandingan  dgn watu ulo.bukan main indahnya, klau kalian berkunjung ke jember  sempatkan mengunjungi Tj.Papuma.-Watu Ulo.. 34 km dari kt Jember ke selatan....akses ke sana mudah sekali...,dan pastinnya sangat indah sekali pemandangannya di tanjung papuma, kalau dari Surabaya kurang lebih sekitar 150km ,kira-kira 3-4 jam perjalanan itu kalau jalanan tidak macet hehe,

JTwisata Trip Planner
Tanjung Papuma  saat senja datang
karna saya dulu berangkatnya malam dari Surabaya,rasa capek selama perjalanan mampu terbayar lunas oleh pemandangan Pantainya yang mempesona kawan.

Rabu, 12 Februari 2014

Jatim park 1



 Jatim park tempat yang gak asing di telinga karna hampir warga jawa timur perna kesana dikarnakan di jatim park banyak permainan dan wahana belajar untuk para pelajar, di jatim park juga sangat cocok untuk para remaja yang ingin mencoba permainan ber orentasi andernalin,rasanya tidak lengkap kalau ke jawa timur kalau gak mampir ke jatim park,di jatim park juga terdapat pusat oleh-oleh khas malang AYOOO KE JATIM PARK
WAHANA
 Dragon Coaster
 3D Ghost Haunter
 Funtastic Swimming Pool
 Water Boom
 Pipe House
 Fish Park
 Amphiteather
 Flying Fox
 Worm Coaster
 Sky Chopter
 Tourism Market
 Aero Test
 Mini Swinger
 Sky Swinger
 Bioskop 3D
 Ethnic Gallery
 History Park
 National Historical Momentum Diorama
 Numismatic Gallery
 Post Office Diorama
 Midi Skater
 Bouncy Castle
 Pendulum
 Air Borne Shot
 Volcano Coaster
 Flowers Gallery
 Animal, Vegetables, and Fruit.
 Galaxy Bumper Ca